Text
Gerhana Merah
Novel Gerhana Merah ini adalah sebuah fiksi-sejarah yang berlatang belakang historis saat terjadi pergolakan oleh komunisme terhadap kolonialisme Belanda dan kapitalisme tuan-tuan tanah pada tahun 1927-an. Pesan utama yang ingin disampaikan oleh penulis dalam cerita fiksi ini adalah, “Bahwa pergolakan terhadap penindasan adalah sebuah kewajiban. Manusia, apa pun warna ideologi yang dianutnya, harus berpihak pada kemanusiaan, bukan pada penindasan.”
Konflik bermula saat terjadi perampokan di rumah seorang tuan tanah yang angkuh dan serakah bernama Demang Daporo. Perampok itu tidak hanya mencuri perhiasan milik Demang Daporo tapi juga telah menodai anak satu-satunya, Rukinah, sampai ia mengandung seorang anak. Segerombolan lelaki Jorong Batu Bolong merasa tidak terima, terutama yang bernama Aliarham karena ia sudah lama mencintai Rukinah.
Demang Daporo merasa malu dan terpukul karena anaknya mengandung tanpa seorang ayah. Akhirnya atas ide istri keduanya, Nyi Lastri, ia mencari laki-laki di kampungnya yang bersedia diupah untuk menikahi putrinya. Namun, setelah cucunya lahir ia akan menceraikan putrinya dengan laki-laki itu. Dan laki-laki yang mau dengan tawaran itu adalah Aliarham.
Aliarham dan Rukinah tinggal di rumah istri pertama Demang Daporo, ibu kandung Rukinah. Saat anak itu lahir, mereka kabur dari rumah itu karena tak ingin Demang Daporo menceraikan mereka berdua. Mereka akhirnya tinggal di sebuah lembah bernama Taratak Siguman. Sebuah lembah yang memiliki mitos sebagai lembah para iblis, demit, dan para makhluk gaib lainnya. Padahal dalam kenyataannya Taratak Siguman adalah sebuah kampung di mana hukum tertinggi adalah rasa kemanusiaan itu sendiri.
Di sinilah Aliarham dan Rukinah bertemu dengan perampok yang menodainya di malam jahanam itu, Mahesa. Mahesa juga yang telah meneror Demang Daporo hingga membuat tuan tanah itu ketakutan. Mahesa ditangkap oleh para pemuda Taratak Siguman yang mencari seseorang yang telah mengotori nama desanya. Mahesa tidak dibunuh saat itu karena Mahesa merampok demi menggerakkan kelas sosial yang terpinggirkan dan karena watak rakus para tuan-tuan tanah. Di Taratak Siguman Mahesa bertemu dengan Mas Cokro, seorang yang sangat kental dengan doktrin marxisme. Ia adalah penggerak semangat para penduduk untuk melawan ketidakadilan dan kolonoalisme.
Mahesa kabur ke Jorong Batu Bolong setelah Aliarham mengetahui siapa dia. Di sinilah ia menyaksikan betapa para penduduk disiksa, diperlakukan semena-mena, diperas habis-habisan oleh para kompeni Belanda dan Demang Daporo. Semangat untuk melawan ketidakadilan semakin bergejolak. Ia pun mencari cara agar bisa menyusup ke rumah Demang Daporo dan mengabarkan tentang kondisi Jorong Batu Bolong kepada Mas Cokro.
Akhirnya di suatu malam ketika Demang Daporo merayakan kembalinya Rukinah. Pergulatan itu meletus, penduduk Taratak Siguman melakukan pembantaian pada keluarga Demang Daporo dan kompeni Belanda. Namun, pergolakan kecil itu sia-sia lantaran ada seorang serdadu yang berhasil kabur malam itu. Sehingga pergolakan pun harus dibayar dengan memanen mesiu dan peluru.
Novel ini setidaknya telah memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang alasan gerakan komunisme merebak di nusantara. Para pembaca juga diingatkan kembali akan sebuah kenyataan bahwasannya meskipun komunisme pernah membuat sejarah kelam di Indonesia, tetapi komunisme juga memainkan perannya untuk kemerdekaan Indonesia. Komunisme telah meletupkan pergerakan melawan kolonialisme belanda dan menentang penindasan oleh bangsa Indonesia sendiri.
02581 | 813 MUH g | My Library (800) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain