Text
Malaikat-Malaikat Penolong
“Membaca novel ini semakin meneguhkan keyakinan kita pada pertolongan Allah yang datang lewat ‘tangan-tangan’ yang dipilih-Nya tanpa pernah diduga, sebagai balasan atas ragam kebaikan yang pernah dibuat.”
Indriyani Permatasari,
pemimpin redaksi majalah Paras.
***
Buku yang ada di tangan Anda ini adalah seri kedua dari novel Surat Takdir untuk Hafiz (DIVA Press, 2011). Dengan teknik penulisan yang lincah dan gaya penyampaian yang lembut, penulis berhasil mengenalkan sosok sang tokoh (Hafiz) dengan petualangannya yang layak kita simak. Bahkan, dari setiap konflik-konfliknya yang dihadirkan selalu ada pelajaran bermakna.
Dalam kisah ini, Hafiz remaja yang mendapat wasiat dari Engku Rajab segera hijrah ke Koto Baru, sebuah desa di kota kecil Padang Panjang. Di sana ia tinggal di rumah Pak Mahdi, sahabat baik Engku Rajab. Pak Mahdi sendiri tinggal bersama istri (Bu Halimah) dan Fuad, anak semata wayangnya.
Kehidupan tetap berjalan lancar meski hidup mereka dalam kondisi sederhana. Sampai suatu hari, Bu Halimah sakit dan harus menjalani operasi. Ketika terjepit biaya itulah Pak Mahdi masuk dalam jebakan seorang lintah darat yang bernama Sion Robber. Lantas, bagaimanakah kisah selanjutnya? Adakah pertolongan Allah datang tiba-tiba? Bagaimana posisi Hafiz sendiri di rumah itu?
Kisah kemudian mengalir dengan menceritakan kehidupan Hafiz yang sudah memasuki sekolah setingkat SMA di Koto Baru. Banyak peristiwa diungkap di asrama, tempat Hafiz tinggal. Tak luput pula kisah romantis Hafiz yang ternyata diam-diam menaruh hati kepada si gadis cerdas cucu Buya Khatib, Riana Mardhatillah.
Selanjutnya, konflik-konflik apa lagi yang akan dihadapi sang tokoh, terutama sejak dia lulus? Dan, dengan siapakah kelak ia akan menyandingkan hatinya. Ikuti novel religius nan kaya teladan ini.
“Cerita yang menarik dan mengalir, juga enak dibaca. Menambah khazanah dan kesegaran sastra bernuansa Islami di Indonesia.”
Helvy Tiana Rosa,
sastrawan dan dosen UNJ.
“Novel ini dapat menggambarkan sisi gelap dan terang manusia, sekaligus mengingatkan kita bahwa kegelapan—bagaimanapun kelamnya—akan pupus oleh cahaya. Novel ini patut dibaca untuk membangun jiwa agar tidak mudah putus asa.”
Syamsa Hawa,
penulis.
00590 | 899.221 ABD m C.1 | My Library (800) | Tersedia |
00591 | 899.221 ABD m C.2 | My Library (800) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain